“Pertanian dan perdesaan adalah soal hidup dan mati”
(Ir, Soekarno, 1952)
Dalam upaya pembangunan daerah tertinggal, RPJM Nasional 2010 – 2014 menghendaki dikedepankannya pembangunan nasional berdimensi kewilayahan yang di dalamnya melibatkan beberapa unsur yang saling melengkapi satu sama lain, yakni mencakup: data dan informasi spasial, penataan ruang, pertanahan, perkotaan, perdesaan, ekonomi lokal dan daerah, kawasan strategis, kawasan perbatasan, daerah tertinggal, kawasan rawan bencana, desentralisasi, hubungan pusat daerah, dan antar daerah serta tata kelola dan kapasitas pemerintahan daerah.[i] Pembangunan daerah tertinggal, oleh karenanya, diharapkan mampu mempertimbangkan dan menggerakkan semua unsur-unsur tersebut dan kantor Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT), sesuai peran dan fungsinya berdasar hukum diharapkan pula mampu mengkoordinasi segala upaya pembangunan daerah tertinggal di dalam kerangka pembangunan nasional berdimensi kewilayahan tersebut, khususnya dalam hal kebutuhan penanganan yang bersifat lintas bidang, melakukan percepatan pembangunan untuk mewujudkan pembangunan yang adil dan merata, serta memperkuat peran aktif dan kerjasama secara terpadu dari seluruh sektor terkait.